KBRN, Denpasar: Cuaca ekstrim yang terjadi sejak awal tahun ini menyebabkan sejumlah dampak bencana alam yang sulit dihindari masyarakat Bali. Hujan deras dibarengi angin kencang, dan petir mengakibatkan hampir seluruh kabupaten/kota tidak luput dari sejumlah bencana seperti banjir, longsor dan pohon tumbang.

Beberapa lokasi pusat pariwisata Bali seperti Kuta, Nusa Dua, Ubud, Kintamani, dan Karangasem juga terdampak banjir dan longsor. Ketua Forum Kepala Desa Bali I Gede Pawana kepada RRI, Kamis (25/1/2018) mengatakan, dengan bencana yang terjadi semestinya masyarakat instrospeksi diri. Perilaku alih fungsi lahan, belakangan ini sulit dibendung, terlebih harga tanah yang melambung tinggi membuat warga tergiur mengubah sawah menjadi hotel maupun restoran.

“Bencana itu pasti akan mengikuti karena perubahan siklus dan rotasi alam yang selama ini tertata, mengalami perubahan, sehingga menimbulkan dampak yang lain pula,” ujarnya.

Disinggung budaya gotong royong masyarakat Bali yang mulai berkurang, menurut Gede Pawana, di desa-desa budaya tersebut masih terjaga. Hanya saja perilaku membuang sampah sembarangan sulit diantisipasi akibat minimnya kesadaran warga.

“Sebenarnya dengan menjaga lingkungan kita, itu juga sudah merupakan yadnya (pengorbanan suci dan tulus ikhlas) bagi ibu pertiwi kita. Kami berharap masyarakat sadar untuk tidak membuang sampah di aliran sungai. Semestinya sampah dapat dipisahkan dan dibuang pada tempatnya,” harapnya.  

Ketua Forum Kepala Desa se-Bali itu menambahkan, pembangunan rumah di sekitar bantaran sungai harus dikurangi, mengingat banjir yang terjadi juga akibat penyempitan aliran sungai, serta sistem drainase yang tidak berjalan lancar. Kepala Desa se-Bali sudah melakukan koordinasi dengan pihak terkait terutama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) guna menangani bencana yang terjadi, termasuk pemberian edukasi kepada masyarakat. (NPN/AKS)